Entri Populer

Minggu, 22 Mei 2011

MODEL PEMBELAJARAN 2

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
• untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama
• kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
• jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
• penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
• Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
• Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang.
• Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.
Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :
Fase Indikator Aktivitas Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien
4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.
Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif di Kelas
Yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan model pembelajaran kooperatif di kelas, diantaranya:
1. pilih pendekatan apa yang akan digunakan, misal STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok, dll.
2. Pilih materi yang sesuai untuk model ini
3. mempersiapkan kelompok yang heterogen
4. menyiapkan LKS atau panduan belajar siswa
5. merencanakan waktu, tempat duduk yang akan digunakan.
Beberapa pendekatan pada model pembelajaran kooperatif dan perbandingannya:
Pendekatan
Unsur STAD Jigsaw Kelompok Penyelidikan Pendekatan Struktur
Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik sederhana Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri Informasi akademik sederhana
Tujuan Sosial Kerjasama dalam kelompok Kerjasama dalam kelompok Kerjasama dalam kelompok kompleks Keterampilan kelompok dan sosial
Struktur Kelompok Kelompok heterogen dengan 4-5 orang Kelompok heterogen dengan 5-6 orang dan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli Kelompok homogen dengan 5-6 orang Kelompok heterogen dengan 4-6 orang
Pemilihan topik Oleh guru Oleh guru Oleh siswa Oleh guru
Tugas utama Menggunakan LKS dan saling membantu untuk menuntaskan materi Mempelajari materi dalam kelompok ahli dan membantu kelompok asal mempelajari materi menyelesaikan inkuiri kompleks Mengerjakan tugas yang diberikan baik social maupun kognitif
Penilaian Tes mingguan, jenis tes biasanya berupa kuis Bervariasi, misal tes mingguan, jenis tes biasanya berupa kuis Menyelesaikan proyek dan menulis laporan. Bervariasi




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komputer (ICT) telah berkembang dengan pesat dalam semua aspek kehidupan kita. Tidak terkecuali terhadap MAN Sidoarjo. Pembelajaran yang menggunakan media berbasis komputer (ICT) merupakan terobosan yang baru di MAN Sidoarjo yaitu dimulai tahun 2004 yang lalu. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer atau laptop, LCD, dan perangkat audio. Arah inovasi ini adalah agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan efektif.
Dalam implementasinya, inovasi ini memang diterima dengan serta-merta sebagai keniscayaan perubahan. Namun demikian, tidak semua guru dapat mengadopsi inovasi ini. Masih banyak di antara guru, khususnya guru senior kurang akrab dengan komputer. Para guru tersebut tetap menggunakan pendekatan konvensional atau telah menggunakan pendekatan pembelajaran yang baru tanpa menggunakan media presentasi pembelajaran berbasis ICT. Sementara itu beberapa guru yunior memang mau menerima inovasi tersebut dan menerapkannya dalam pembelajaran, meskipun media presentasi pembelajarannya bukan hasil karya sendiri melainkan membeli paket-paket yang sudah terjual bebas..
Demikian pula dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan berhasil, beberapa guru menggunakan media presentasi pembelajaran dengan cara membeli dan menggunakannya secara langsung. Misalnya media pembelajaran pembacaan puisi, drama, atau film.
Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 terdapat beberapa topik pembahasan pembelajaran menggunakan wacana rekaman televisi, Namun demikian penggunaan media pembelajaran yang berhubungan dengan topik ini mengalami kendala. Kendalanya antara lain :
a. Media pembelajaran yang berasal dari televisi khususnya berita belum pernah ada, dan belum pernah dibuat apalagi dijual bebas; padahal topik tersebut beberapa kali muncul dalam silabus KTSP 2006 bahasa Indonesia SMA / MA.
b. Pembuatan media pembelajaran ini membutuhkan kemampuan yang kompleks dan relatif tinggi, khususnya bidang software & hardware komputer, yaitu desain grafis, pembuatan animasi, editing gambar dan suara.
c. Pembuatan media pembelajaran harus memiliki langkah-langkah dan prosedur tertentu sehingga cukup layak dianggap sebagai media pembelajaran.
d. Bila disampaikan hanya dengan metode pemberian tugas, siswa dan guru kesulitan menemukan stasiun televisi mana yang akan menyampaikan topik tertentu, pada hari apa dan jam berapa, karena banyak stasiun televisi.
e. Siswa sering tidak melaporkan tugas tersebut. Guru juga seringkali terlewatkan acara televisi tersebut. Pembahasan menjadi tidak efektif karena melebar dan seringkali antara guru dan siswa tidak memiliki referensi yang sama akibat selanjutnya memiliki pemahaman yang berbeda.
f. Penyampaian dengan metode ceramah, pembelajaran menjadi ’teacher centered’ siswa hanya medengarkan saja dan berakibat tidak menarik perhatian siswa dan membosankan.
g. Saat evaluasi performansi siswa, topik menjadi melebar karena pemahaman atas referensi yang berbeda. (Hasil observasi dan wawancara dengan siswa kelas X-1 dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia.)
Pada 8-14 November 2006 lalu, MAN Sidoarjo yang diwakili oleh peneliti sendiri telah memenangi .Medali Perak (Silver Prize) untuk kategori Lomba Pembuatan Media Presentasi Pembelajaran (MPP) yang diselenggarakan oleh Dirjen Pendidikan Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional bersama Departemen Agama.
Berbekal pengalaman pembuatan media pembelajaran itulah, peneliti merasa sangat perlu membuat media pembelajaran untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya topik rekaman televisi ini. Lebih lanjut, bila media pembelajaran ini dianggap memiliki kelayakan dapat disebarkan pada para guru bahasa Indonesia lain yang membutuhkannya. Demikian langka dan urgennya bagi pembelajaran, maka media pembelajaran ini segara harus dibuat.
Akhirnya, peneliti membuat Media Presentasi Pembelajaran “Sidoarjo Menangis“ (untuk selanjutnya istilah ini disingkat MPP “SM“). MPP “SM“ ini memuat rekaman berita televisi yang berhubungan dengan bencana yang berada di konteks sosial peneliti, yaitu bencana lumpur panas Lapindo Brantas. Sengaja peneliti mengambil objek ini karena bencana ini telah menjadi wacana nasional yang diperkirakan akan berlangsung hingga 30 tahunan ke depan.
Problematikanya, apakah Media Presentasi Pembelajaran (MPP) “Sidoarjo Menangis“ ini apakah dapat diterima oleh para siswa dan guru, dapatkah meningkatkan perhatian dan minat mereka dalam belajar, serta mampukah meningkatkan prestasi pembelajarannya.
Berdasarkan uraian di atas dirumuskan judul penelitian :“Penggunaan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Menyimak Siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo“.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Apakah Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ memiliki kelayakan sebagai media pembelajaran bagi siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo?
b. Apakah penggunaan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dapat memotivasi belajar siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo?
c. Apakah penggunaan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dapat meningkatkan hasil belajar menyimak siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk menerapkan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dalam usaha untuk menilai kelayakannya sebagai media pembelajaran bagi siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.
b. Untuk menerapkan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dalam usaha untuk memotivasi siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.
c. Untuk menerapkan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dalam usaha untuk dapat meningkatkan hasil belajar menyimak siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.

1.4. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat :
a. Bagi guru
(1) Untuk dapat mengembangkan profesionalisme guru dalam penerapan strategi pembelajaran yang efektif khususnya dalam pokok bahasan menyimak berita televisi
(2) Sebagai latihan praktik langsung melalukan penelitian tindakan kelas.
(3) Sebagai sarana untuk menghasilkan karya tulis ilmiah.
b. Bagi Siswa
(1) Untuk meningkatkan perhatian, aktivitas, dan prestasi pembelajaran
(2) Agar pembelajaran menarik, menyenangkan, dan mudah dipahami
c. Bagi Pendidikan dan Pembelajaran
Untuk dapat menyempurnakan strategi pembelajaran sehingga semakin efektif penerapannya.

1.5 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan semua uraian di atas dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :
1. Melalui penerapan pembelajaran yang menggunakan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“, siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo menilainya layak sebagai media pembelajaran.
2. Melalui penerapan pembelajaran yang menggunakan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dapat memotivasi siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.
3. Melalui penerapan pembelajaran yang menggunakan Media Presentasi Pembelajaran Bahasa Indonesia “Sidoarjo Menangis“ dapat meningkatkan hasil belajar menyimak siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo.


BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Media Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses yang kompleks pada semua orang dan terjadi seumur hidup yaitu sejak masih bayi hingga mati. Tanda-tanda terjadinya pembelajaran bagi seseorang adalah terjadinya perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi lebih tahu, dan dari tidak bisa menjadi bisa baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Sejalan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat masyarakat serta budaya berkembang pula tugas dan peranan guru sejalan dengan jumlah anak yang memerlukan pendidikan. Mau tidak mau harus diakui guru bukanlah satu-satunya sumber belajar melainkan hanya salah satunya. Siswa, petugas perpustakaan, kepala sekolah, tutor, tokoh masyarakat, atau orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu di masyarakat juga dapat dijadikan sumber belajar.
Menurut Arief S. Sadiman (2006) sumber belajar dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu :
a. jenis orang (people)
b. pesan atau informasi (message),
c. jenis bahan (materials), ke dalam jenis ini sering disebut perangkat lunas (software) yang di dalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan
dengan alat bantu atau tanpa alat bantu, misalnya : modul, majalah, OHP,
compact disk (CD) program atau data.
d. Alat (device) atau hardware yang menyajikan pesan, misalnya :projector film, video, TV, Komputer, dan lain-lain.
e. Teknik adalah prosedur rutin atau acuan untuk menggunakan alat, bahan, atau orang dan lingkungan untuk menyajikan pesan, misalnya teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, tanya-jawab, dan sejenisnya.
f. Lingkungan (setting), yaitu tempat yang memungkinkan siswa belajar. Misalnya : gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, museum, taman, kebun binatang, rumah sakit, pabrik, dan sejenisnya.
Sementara itu media teknologi mutakhir, terdiri dari :
a. Media berbasis telekomunikasi, misalnya : teleconfrence, kuliah jarak jauh, dsb.
b. Media berbasis mikroprosesor, misalnya : game komputer, hypermedia, CD / DVD, Computer Assisted Instructional, hypertxet, dsb.
Adapun menurut Gagne, media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa belajar. Sementara itu Briggs menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids) Alat bantu yang dipakai adalat alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain yang tujuannya dapat memberikan pengalaman konket, meningkatkan motivasi belajar, mempertinggi daya serap, dan retensi belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran, keguaan media pembelajaran adalah :
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya :
a. objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realitas, gambar, film, atau model;
b. objek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film atau gambar;
c. gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau highspeed photography.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, foto, maupun secara verbal;
e. Objek-objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin) dapat disajikan dalam model, diagram, dan lain-lain;
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan sebagainya.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk :
a. menimbulkan kegairahan belajar;
b. memungkinkan interaksi lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dengan kenyataan;
c. memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
4. Sifat unik tiap siswa, lingkungan dan pengalaman yang berbeda, kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan kesulitan bila harus diatasi sendiri. Lebih sulit lagi bila latar belakang lingkungan guru dan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu kemampuannya dalam :
a. memberikan perangsang yang sama;
b. mempersamakan pengalaman;
c. menimbulkan persepsi yang sama.

2.2 Media Presentasi Pembelajaran
Perkembangan teknologi komputer dan informasi (ICT) juga semakin mengembangkan bentuk dan variasi media pembelajaran. Menurut Thomson (Elida dan Nugroho, 2003) komputer yang digunakan dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat, yakni saat digunakan komputer meningkatkan motivasi pembelajaran. Para siswa akan menikmati kerja komputer ini dan komputer memberikan tantangan di samping komputer menampilkan perpaduan antarteks, gambar, animasi gerak, dan suara secara bersamaan maupun bergantian.
Sementara ini Bower dan Hilgard berpendapat bahwa komputer bermanfaat besar dibandingkan dengan teknologi pendidikan lainnya karena mampu memberikan presentasi materi yang sangat fleksibel bagi pembelajar dan dapat mengikuti kemajuan sejumlah pembelajar dalam waktu yang sama.
Selanjutnya, menurut Woolfolk ada 9 keuntungan menggunakan komputer dalam pembelajaran, yaitu :
a. siswa dapat menyesuaikan dengan kecepatan belajarnya,
b. dapat melatih dengan sabar,
c. dapat dipakai untuk belajar sendiri,
d. dapat disajikan berbagai macam penginderaan,
e. dapat melakukan simulasi,
f. dapat dikembangkan pemecahan masalah,
g. dapat memberikan pujian untuk memperkuat perilaku,
h. dapat membantu manajemen kelas dan sekolah
Menurut Luther (Sutopo, 2003:32) ada 6 tahap dalam pengembangan media pembelajaran berbasis komputer, yaitu:
a. Tahap pertama konsep (concept), yaitu mengidentifikasikan tujuan, kebutuhan belajar, atau hal-hal lain yang perlu diungkapkan.
b. Tahap kedua analisis karakteristik siswa, yaitu disesuaikan dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa.
c. Tahap ketiga merencanakan dan menyusun software. Dalam hal ini ada 3 ketrampilan yang harus dimiliki pengembang sofware yaitu menguasai bidang studi materi yang akan dibahas, menguasai prosedur pengembangan media, dan menguasai program komputer.
d. Tahap keempat desain (design), yaitu yaitu tahap merancang produk secara rinci agar memudahkan tahap-tahap pembuatan produk selanjutnya.
e. Tahap kelima pengumpulan bahan (material collecting), yaitu mengoleksi bahan-bahan pendukung untuk memperkaya isi produk media tersebut,
f. Tahap keenam pembuatan (assembly), yaitu menyusun naskah materi pada setiap frame sehingga menjadi sebuah produk media yang sudah jadi.
g. Tahap ketujuh uji coba (testing), yaitu melakukan uji coba produk yang akan digunakan secara luas karena itu perlu validasi kelayakannya. Ada dua kriteria dalam ujicoba produk media pembelajaran, yaitu :
(1) kriteria pembelajaran, yang mencakup apakah sesuai dengan kurikulum, tujuan pembelajaran, sesuai dengan materinya, dan sebagainya. Jika tidak perlu dilakukan revisi.
(2) Kriteria presentasi, yaitu apakah validasi terkait dengan tampilannya di layar, kelancaran navigasi, kemudahan penggunaan, dan interaksi / komunikabilitas.
h. Tahap distribusi (distribution), yaitu tahap menyebarluaskan produk pembelajaran dan menjelaskan tujuan produk media pembelajaran tersebut.

2.3 Motivasi Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2001, 27-28), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungannya. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak di dalam diri seorang siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.
Macam-macam motivasi
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan dalam diri seseorang yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 1988). Dilihat dari segi tujuan kegiatan belajar, motivasi intrinsik adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam kegiatan belajar itu sendiri.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis dan juga mungkin komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Prayitno (1989) menyatakan bahwa betapapun baiknya potensi anak yang meliputi kemampuan intelektual atau materi yang akan diajarkan dan lengkapnya sarana belajar, namun bila siswa tidak termotivasi dalam belajar, maka belajar tidak akan berlangsung secara optimal. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Motivasi sangat berhubungan erat dengan bagaimana seseorang melakukan kegiatan atau pekerjaan. Dengan demikian, makin banyak dan tepat motivasi belajar yang didapat siswa, maka aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa akan semakin tinggi sehingga pembelajaran siswa menjadi semakin berhasil.
Dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar, maka akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan didasari adanya motivasi tinggi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik.

2.4 Pembelajaran Menyimak
Secara garus besar ketrampilan berbahasa manusia dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu : menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Berdasarkan penelitian Donald E. Bird aktivitas hidup manusia didominasi aktivitas menyimak (42%), sementara aktivitas berbicara (25%), aktivitas membaca (15%), aktivitas (18%). Realitas tersebut hampir sama keadaanya dengan di Indonesia (Tarigan, 1990:48). Karena itulah, kurikulum 2004 dan 2006 menitikberatkan pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia pada empat ketrampilan berbahasa tersebut.
Menurut Henry Guntur Tarigan, ada beberapa teknik pembelajaran menyimak, yaitu : (a) dengar-ulang ucap, (b) dengar tulis (dikte), (c) dengar kerjakan, (d) dengar terka, (e) memperluas kalimat, (f) menemukan benda, (g) seseorang bilang, (h) bisik berantai, (i) menyelesaikan cerita, (j) identifikasi kata kunci, (k) identifikasi kalimat topik, (l) menyingkat / merangkum, (m) parafrase, dan (n) menjawab pertanyaan.
Dalam menyimak, ada empat ketrampilan khusus yang dituntut, yaitu :
a. penyimak harus melibatkan diri secara total.
b. penyimak harus menguasai seni mencatat dengan tepat
c. penyimak harus mencari dan menganalisis sarana penunjang
d. penyimak harus mencari pola organisasi dan struktur keseluruhan (Tarigan, 1994 : 87-89).


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan penelitian ini mengikuti suatu daur (siklus) yang di dalamnya terdapat kegiatan merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan, melakukan pengamatan, dan melaksanakan refleksi pada seluruh tindakan sebelumnya.
Pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang diterapakan dalam metode PTK. Penelitian ini dilakukan sendiri oleh peneliti. Dalam pelaksanaannya peneliti bertugas mengobservasi, mencatat, dan merekam segala aktivitas dan siswa dalam proses pembelajaran.

3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di MAN Sidoarjo dengan alamat Jl. Jenggolo (Belakang Stadion) No. 2 Sidoarjo. Waktu penelitian telah dilakukan sejak 14 – 26 Mei 2007. Pengambilan data dilakukan selama 2 siklus pembelajaran, setiap siklus terdiri atas sekali tatap muka. Untuk validasi instrumen penelitian diperlukan sekali tatap muka pada kelas X-1.

3.3. Subjek Penelitian dan Pembatasan Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa MAN Sidoarjo kelas X. Jumlah kelas X ada 10 kelas. Setiap kelas terdiri atas 45-47 siswa. Komposisi kecerdasan siswa tiap kelas relatif sama, karena belum dibedakan berdasarkan prestasi mereka. Karena itu peneliti mengambilnya secara acak dari kelas X, yaitu hanya kelas X-2, dan X-4.

3.4. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus memiliki 4 tahap, yaitu : (1). Perencanaan tindakan (planning); (2). Pelaksanaan Tindakan (action); (3). Observasi (observation); dan (4). Refleksi (reflection).

3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar Pengamatan untuk Siswa dan Guru
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengamati siswa dalam proses pembelajaran hingga evaluasi. Aspek-aspek yang dinilai adalah aktivitas keterlibatan siswa hingga evaluasi.
2. Tes Tanggapan Siswa Terhadap Media
Tes tanggapan siswa terhadap media pembelajaran ini digunakan untuk meneliti seberapa tinggi kelayakan MPP “SM“ sebagai media pembelajaran. Dalam hal ini digunakan skala Likert.
3. Tes Motivasi Siswa
Tes motivasi siswa ini digunakan untuk meneliti siswa terkait dengan motivasi dan perhatian siswa terhapap proses pembelajaran. Dalam hal ini pun digunakan skala Likert.
4. Tes Kemampuan Menyimak
Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyimak, siswa diberikan evaluasi terhadap kemampuan mereka dalam menulis ide-ide pokok dari wacana berita televisi yang telah disimak.

3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan meliputi kegiatan klasifikasi data, penyajian data, dan penilaian keberhasilan tindakan. Kegiatan klasifikasi ini meliputi memilah-milah data yang telah dikelompokkan sesuai dengan jenis datanya.
Data yang diperoleh dari pengamatan dan angket dilakukan analisis deskriptif melalui : 1) reduksi data, 2) pemaparan data, dan 3) penyimpulan. Reduksi data dilakukan dengan menyederhanakan dan konseptualisasi melalui seleksi, pemfokusan, dan abstraksi data mentah sehingga menjadi informasi yang bermakna. Paparan data dilakukan dengan penyajian data dalam bentuk paparan naratif maupun statistik. Adapun penyimpulan adalah proses mengambil intisari dalam bentuk pernyataan kalimat.
1. Analisis Kelayakan Media
Evaluasi kelayakan media perlu dilakukan terhadap MPP “SM”. Hal ini karena media pembelajaran tersebut baru dibuat peneliti, karena itu perlu diujicobakan sekaligus diuji kelayakannya. Kriteria kelayakan MPP “SM” dinilai pada aspek : kesesuaiannya dengan kurikulum, tujuan pembelajaran, dengan materinya, tampilannya di layar, kelancaran navigasi, kemudahan penggunaan, dan interaksi komunikabilitas.
Untuk mengetahui skor kelayakan media ini dilakukan dengan cara
a. mengangkakan (kuantifikasi) tanggapan siswa dengan cara :
• pilihan jawaban a (sangat setuju) dinilai skor 5
• pilihan jawaban b (setuju) dinilai skor 4
• pilihan jawaban c (tidak tahu / netral) dinilai skor 3
• pilihan jawaban d (tidak setuju) dinilai angka 2
• pilihan jawaban e (sangat tidak setuju) dinilai angka 1

b. menghitung tingkat kelayakan media pembelajaran
Tingkat kelayakan media pembelajaran dihitung dengan rumus berikut :
Rata-rata skor = Jumlah skor kelayakan / Jumlah siswa
Adapun kriteria tingkat kelayakan media ditentukan sebagai berikut :

MODEL PEMBELAJARAN

Mengajar dengan Permainan
Oleh Suyatno

Tiap manusia berkembang dalam hidupnya sebagian besar dipengarui oleh kegiatan bermain. Sampai-sampai, banyak orang yang tergila-gila dengan permainan. Lihat saja, setiap pertandingan permainan sepak bola, voley, balap karung, atau permainan apa saja selalu banyak yang menonton. Hal itu membuktikan kalau permainan memang digemari oleh banyak orang.

Nah, tentunya, akan memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan kejiwaan, kecerdasan, keterampilan, dan kesantunan anak, apabila guru mengajar di kelas melalui permainan. Dalam permainan, tidak hanya inti pelajaran saja yang dikembangkan, aspek kesantunan, kompetisi, kecepatan, dan keterampilan dapat diraih sekaligus. Pembelajaran melalui bermain akan membantu anak mengurangi stres, dan mengembangkan rasa humornya.

Bagi guru, permainan merupakan kendaraan untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn) untuk kepentingan siswa. Lewat permainan, siswa bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan, berlatih peran sosial, dan secara umum memperkuat seluruh aspek kehidupan anak sehingga membuat anak menyadari kemampuan dan kelebihannya.

Guru harus teramat paham bahwa permainan merupakan proses dinamis yang tidak menghambat siswa dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajarnya. Andaikata ada guru yang menolak terhadap aktivitas bermain siswa, justru dia menghambat kemampuan kreativitas siswa untuk mengenal dirinya sendiri sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses pembelajaran melalui permainan perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya.

Siswa yang cenderung menyendiri sebaiknya tidak dibiarakan untuk terlalu sibuk dengan "solitary play". Sebaliknya mereka sebaiknya diarahkan untuk lebih aktif dalam permainan kelompok (social game). Mereka yang kurang mampu untuk berkonsentrasi dapat diberikan berbagai jenis permainan yang lebih terarah pada pemusatan perhatian seperti mengkonstruksi suatu benda tertentu. Siswa yang kurang mampu untuk mengekspresikan diri secara verbal dapat dibina untuk mengembangkan bakat kreatifnya melalui media misalnya menggambar.

Bermain merupakan hal yang paling disukai siswa. Bagi mereka, bermain adalah tugasnya. Melalui bermain, banyak yang dipelajari siswa. Mulai dari belajar bersosialisasi, menahan emosi, atau belajar hal lain, yang semuanya diperoleh secara integrasi. Ingatlah bahwa (1) Anak belajar melalui berbuat/learning by doing Dengan diberi kesempatan untuk selalu mencoba hal-hal baru, bereksplorasi, siswa akan banyak memperoleh pengalaman baru, dan inilah yang disebut proses belajar yang sebenarnya. Percobaan IPA, field trip , dramatic play , dan membuat bangunan dengan balok-balok, merupakan hal yang dapat membantu mereka dalam mengembangkan beberapa area perkembangannya. (2) Anak belajar melalui panca indera. Siswa belajar melalui penglihatan, rasa, penciuman, perabaan, dan pendengaran. Semua panca indera ini merupakan jalur penerimaan informasi ke otak. Semakin banyak panca indera dilibatkan, semakin banyak informasi yang diterima, dan disinilah proses belajar terjadi. (3) Anak belajar melalui bahasa. Siswa perlu diberi kesempatan untuk mengemukakan perasaan, pengalaman yang diperoleh, atau pikirannya. Guru dapat memicu perkembangan bahasa anak dengan memperlihatkan beraneka ragam tulisan di kelas. Misalnya, tulisan untuk setiap benda-benda yang ada, dan tanya jawab tentang apa saja. Dengan melakukan ini semua, siswa dapat mengembangkan kosa kata dan kemampuan berbahasa secara tidak langsung. (4)Anak belajar dengan bergerak.Usia siswa merupakan usia yang memiliki keterbatasan dalam berkonsentrasi. Semakin lama anak duduk dan diam, semakin bosan dan tidak tertarik terhadap apa yang sedang dipelajari. Siswa perlu dimotivasi dengan menggerakkan seluruh bagian tubuh, seperti tangan, kaki, badan, dan kepala.

Namun guru juga selayaknya membimbing anak dalam mengekspresikan imajinasi serta fantasinya ke dalam bentuk gambaran yang konkret dan tidak membiarkan siswa berfantasi tanpa arah yang jelas karena dapat mengakibatkan konfabulasi dalam proses berpikir anak.

Guru juga harus tahu bahwa kemampuan mengingat siswa adakalanya terbatas karena perhatian siswa yang kurang terhadap hal-hal tertentu. Kondisi seperti ini dapat diperbaiki dengan menggunakan pola asosiatif misalnya dengan menggunakan warna-warna tertentu pada hal-hal tertentu sehingga siswa dapat dengan mudah mengingat hal tersebut jika ia mengenal warnanya. Bentuk-bentuk tertentu dari yang mulai sederhana sampai yang lebih kompleks juga dapat diberikan pada anak untuk mengingat hal-hal tertentu. Misalnya mengingat bentuk huruf R dengan menyertai gambar Rumah.

Banyak guru yang menggunakan permainan dalam pembelajaran sering terjebak hanya bermain semata. Ingat, bermain tidak sekadar bermain-main. Bermain tidak sekadar untuk memproduksi tawa dan tidak hanya senang-senang. Lebih jauh dari itu, bermain memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar mereka. Melalui proses pembelajaran di kelas dengan permainan, seorang siswa belajar meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi. Sebaliknya, kegagalan membuat rangkaian sejumlah obyek atau mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan siswa mengalamai frustrasi.

Janganlah siswa dibiarkan bermain sendiri tanpa pendamping karena bisa jadi permainan itu tidak mengarah pada tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru perlu mendampingi dan memfasilitasi permainan pembelajaran. Dengan mendampingi siswa pada saat bermain, guru dapat melatih siswa untuk belajar bersabar, mengendalikan diri, dan tidak cepat putus asa dalam mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi siswa mengarahkan siswa untuk dapat mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari.

Lalu, apa sih fungsi bermain bagi siswa? Fungsi bermain bagi siswa adalah inti dari belajar. Melalui bermain siswa mengembangkan dan berlatih keterampilan, belajar memahami bagaimana kerja segala hal yang ada di dunia ini, membanguan pemahaman dan pengetahuan. Dengan bermain, anak berinteraksi sesuai caranya sendiri seperti penjelajahan, melakukan pilihan dan berbuat salah, mengalami sebab akibat dan have fun.

Berikut ini beberapa fungsi permainan pembelajaran bagi siswa.
Secara fisik, permainan dalam pembelajaran memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga mengembangkan kelenturan, kekuatan serta ketahanan otot pada anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata) merupakan suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-kata menjadi lebih baik.

Secara sosial, siswa juga belajar berinteraksi dengan sesamanya, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain, menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya. Di samping itu, dalam bermain anak juga belajar menjalankan perannya, baik yang berkaitan dengan jender (jenis kelamin) maupun yang berkaitan dengan peran dalam kelompok bermainnya.

Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasar dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.

Guru juga turut serta dalam permainan yang dijalankan siswa. Dengan begitu, siswa akan merasakan kesetaraan sehingga inti pelajaran dapat diserap siswa dengan baik pula. Caranya, guru perlu Bertindak spontan. Ikuti yang dimainkan siswanya. Nikmati permainannya. Biarkan mereka memimpin. Bantu bila mereka memerlukan. Tantang bila mereka sudah siap.

Bagi guru, bermain mungkin tidak terlihat seperti belajar. Bermain balok terlihat seperti hanya menyusun dan menghancurkannya kembali. Bermain air hanya membuat berantakan, menuang air dan menumpahkannya kembali. Main cilukba sangat membosankan untuk orang dewasa. Tapi bagi siswa, bermain balok adalah latihan motorik halus. Mereka melatih jari-jari mereka untuk memegang balok tersebut, mengangkatnya dan membuatnya seimbang berdiri di atas balok yang lain. Hal ini merupakan hal yang tidak mudah bagi siswa.

Menurut Piaget, anak memiliki empat tahap dalam bermain, yaitu sensorimotor (muncul sebelum perkembangan bahasa dimulai), praoperasional (sebelum usia 2-7 tahun), operasi konkret (usia antara 7-12 tahun), operasi formal (terjadi pada usia di atas 12 tahun). Selanjutnya dalam perkembangan anak mulai dari usia paling muda, mereka memulai bermain dengan sebelas cara.
1. Sensorimotor:
bermain dengan penginderaan dan anggota badan.
2. Bermain fungsional:
bermain dengan menggunakan anggota tubuhnya.
3. Bermain pengamatan:
anak tidak bermain ia hanya mengamati. Dengan melihat anak lain bermain, ia sudah puas.
4. Bermain pasif,
mereka melakukan kegiatan tanpa gerakan aktif. Contohnya menonton acara TV, mendengarkan musik dan sebagainya.
5. Bermain aktif:
anak bermain dengan keaktifan anggota tubuhnya.
6. Bermain soliter:
bermain sendiri tanpa membutuhkan teman.
7. Bermain pararel:
bermain berdekatan dengan anak yang lain, namun tidak ada interaksi anatara keduanya (anak bermain berdampingan).
8. Bermain sosial:
bermain bersama teman dengan interaksi dan sosialisasi (anak bermain berhadapan).
9. Bermain kooperatif:
Siswa berkelompok untuk bermain bersama teman dengan peran dan tugas masing-masing.
10. Bermain peran:
Untuk topik tertentu, siswa bermain dengan memerankan berbagai profesi, atau benda. Pada poin ini terjadi metakomunikasi, anak mampu berbicara melebihi kemampuannya dalam menggambarkan situasi yang sebenarnya.
11. Bermain simbolik:
SImbolkan berbagai topik agar siswa bermain dengan simbol berupa berbagai pesan.

Berikut ini berbagai permainan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah:

Puzzle
Permainan puzzle merupakan permainan melalui potongan gambar, kata, situasi, dan warna yang membutuhkan cara memecahkan masalah secara coba-salah, merupakan salah satu permainan yang terbukti dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan tersebut. Contoh puzzle peta, hewan, rumus, dan sebagainya.

Bermain peran
Bemain peran membantu meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah melalui berbagai cara yang bebas dilakukan dalam permainan tersebut. Contoh bermain peran tokoh proklamasi, peran siklus kehidupan, perangkat desa, dan seterusnya.

Balok atau lego
Tidak terlalu berbeda dengan puzzle , bermain balok atau lego meningkatkan kreativitas siswa untuk memecahkan masalah ketika ia berupaya membangun sesuatu menggunakan mainan tersebut.

Games
Berbagai games seperti bermain kartu, gambar, benda alam, dan domino atau monopoli merupakan permainan yang mengajarkan siswa strategi memecahkan masalah ketika bermain untuk memenangkan permainan. Tentu saja siswa perlu waktu menguasai permainan jenis ini sebelum ia benar-benar mahir berstrategi.

Siswa dikatakan bermain jika memenuhi kriteria self chosen dan self directed. Siswa yang kompeten dan berpengalaman dalam bermain akan menjadi pelajar yang kreatif, pede, dan memiliki motivasi diri. Yang utama, bermain adalah kerja bagi siswa. Itulah kunci yang harus dipegang guru.

Dengan bermain anak tidak hanya menyerap informasi tapi mereka juga bekerja dengan informasi tersebut, bagaimana aplikasinya dan terus melakukan percobaan berulang-ulang sampai informasi tersebut dimengerti anak.

Ketika bermain, fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya, memperkuat dan mengembangkan otot dan kordinasinya melalui gerak, melatih motorik halusnya (memungut benda-benda kecil, biji-bijian, potongan kertas kecil dan sebagainya). Begitu juga dengan motorik kasar dan keseimbangan, misalnya koprol, memanjat, berlari, jalan dan lain-lain.

Di dalam kegiatan bermain anak juga mengembangkan keterampilan emosinya, rasa
percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif.

Bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain merupakan tahapan yang sangat menonjol. Anak belajar melihat dari sisi orang lain (empati). Misalnya anak bermasalah ketika dibawa ke dokter, orangtua dapat bermain pura-pura untuk mengatasi rasa ketakutan anak.

Dalam bermain anak mendapatkan penemuan intelektual. Misal, anak bermain mengisi dan mengosongkan botol, anak belajar volume, dan lain-lain. Kelebihan lain yang didapat anak dalam bermain adalah berkembangnya multiple intelegen (kecerdasan jamak).

Berikut ini, beberapa hal yang perlu diketahui guru dalam aktivitas bermain agar siswa dapat bermain.
1. Siswa perlu ekstra energi. Anak yang sakit, kecil keinginannya untuk bermain.
2. Siswa harus mempunyai cukup waktu untuk bermain.
3. Untuk bermain, siswa perlu alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.
4. Perlu ruangan untuk bermain, tidak usah terlalu lebar dan tak perlu ruangan khusus. Siswa dapat bermain di ruang kelas, halaman, bahkan di ruang sempit pun.
5. Perlu pengetahuan cara bermain. Siswa belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena siswa tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan siswa akan mendapat keuntungan lain lebih banyak.
6. Perlu teman bermain. Anak Jika siswa bermain sendiri, ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya, kalau terlalu banyak bermain dengan yang lain, hal itu dapat mengakibatkan siswa tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bermain adalah sarana melatih
keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk menjadi individual yang kompeten. Bermain adalah pengalaman multidimensi yang melibatkan semua indera dan menggugah kecerdasan jamak seseorang. Selain itu bermain memberikan situasi aman, bebas ancaman bagi siswa sehingga berani menjelajahi dan mulai memahami dunia secara mantap.

Dengan demikian, sudah menjadi keharusan dalam mengajar, permainan dijadikan media pembelajaran. Guru perlu memotivasi diri untuk semakin menyukai beragam permainan Bila kegiatan bermain dilakukan bersama gurunya, Bukankah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, kini telah mengubah gaya hidup dan pola pikir siswa. Cara belajar siswa zaman sekarang pun lebih suka yang fun learning dan interaktif. Siswa selalu tertarik akan hal-hal baru, antusias untuk mencoba, dan mereka belajar sesuai dengan cara belajar mereka masing-masing. Begitu pula, guru juga harus mulai tertarik dengan permainan.
Diposkan oleh Dr. suyatno, M.Pd. di 06:53:00



Mengajar dengan Bola
Oleh Suyatno

Apapun dapat digunakan menjadi media pembelajaran asalkan memenuhi persyaratan berupa, menantang, menarik, aman, praktis, dan mampu membawa realisasi kompetensi yang diharapkan. Begitu pula, bola dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang mampu mengajak siswa ke tingkat keterlibatan yang paling bagus. Bola mempunyai daya tarik sendiri bagi siswa karena bentuk, warna, dan geraknya.

Berikut penggunaan bola dalam pembelajaran. Untuk pembelajaran IPA terutama berbasis fisika tentang gerak dan gaya, bola dapat digunakan dengan cara bola dilempar dengan tingkat ketinggian yang berbeda-beda, siswa akan dengan cepat mengenali gerak dan gaya bola tersebut. Untuk pembelajaran bahasa, bola dapat diberi tempelan kalimat, kemudian, siswa menyebutkan jenis kalimat tersebut. Untuk pembelajaran IPS, bola dapat ditempeli atau digambari inti kata IPS yang kemudian dapat menjadi titik awal siswa untuk bercerita.

Siapkan bola sesuai dengan jumlah siswa sehingga tamnpak bervariasi kalau dipandang. Kemudian, tempellah bola dengan kalimat, inti kata, gambar, dan apa saja sesuai dengan pembelajarannya. Masuklah ke kelas dengan keranjang bola berwarna-warni yang telah disiapkan tempelannya. Berilah ilustrasi awal sebagai pembuka pembelajaran yang akan mengarah pada permainan bola. Setelah itu, lemparlah bola secara acak ke beberapa anak terlebih dahulu untuk memberikan contoh penggunaan bola. Kalau dirasa siswa cukup mengenali sistem permainan, mulailah bermain dengan memberikan semua bola ke setiap anak secara acak bergantian. Anak yang mendapatkan bola langsung mencatat makna atau isi kata dari bola ke buku tulisnya.

Pada kesempatan pertama, siswa pasti riuh sekali karena sebelumnya tidak pernah bermain seperti itu. Untuk itu, jangan ragu menerapkan andai siswa sangat ramai. Tidak mengapa. Siswa ramai pertanda mereka sangat senang. Yang paling penting, guru harus berkonsentrasi pada pencapaian kompetensi melalui bola tersebut. jangan sampai pembelajaran bergeser pada bermain semata.

Setelah selesai bermain, guru perlu untuk mereviu pembelajaran dengan bertanya pada siswa mengenai hal-hal yang pernah dilakukan. Hal itu digunakan untuk mengecek apakah anak mempunyai nilai tambah setelah bermain bola. Jangan lupa, saat mereviu, guru mempunyai misi untuk menanamkan dan menguatkan konsep pembelajaran sehingga terekam kuat dalam memori siswa.

Terakhir, cobalah dievaluasi pembelajaran yang telah berlangsung. Bandingkan hasilnya dengan hasil pembelajaran sejenis dengan cara ceramah. Pastilah berbeda hasilnya. Dengan bola, nilai anak akan terlihat baik dan meningkat.
Diposkan oleh Dr. suyatno, M.Pd. di 15:25:00



Bahasa Tubuh Efektif bagi Guru
Oleh Suyatno
Seringkah ketika Anda mengajar, Anda menggeleng-gelengkan kepala, tersenyum, tangan mengepal, mengangguk, kaki digoytang-goyangkan, dan sebagainya? Pasti, Guru sering melakukan gerak tubuh seperti itu. Nah, gerak tubuh itu dikatakan juga sebagai bahasa tubuh karena memberikan pesan dan mempengaruhi orang lain yang melihat Anda. Sadarkah Anda?

Keberhasilan mengajar tidak hanya dipengaruhi oleh keahlian berbicara atau prestasi semata, tapi juga dipengaruhi bahasa tubuh guru. Bahasa tubuh yang tepat bisa menjadi golden ticket Anda menuju kesuksesan karier.

Anda mungkin sering menemui guru yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, namun tak mengalami peningkatan karier yang signifikan. Apa sih, yang salah? Jangan dulu berpikir kepala sekolah pilih kasih. Ia mungkin lebih pintar dari rekan yang lain, tapi bahasa tubuhnya tidak menunjukkan hal itu. Cara mempresentasikan diri dapat menentukan karier Anda.

Menurut para ahli, gerakan nonverbal lebih penting daripada kata-kata verbal. Ketika orang lain meragukan ucapan, dia akan menilai bahasa tubuh Anda. Komunikasi nonverbal dinilai lebih ekspresif, jujur dan akurat daripada komunikasi verbal. Jadi, bagaimana agar bahasa tubuh Anda memesona?

POSISI BERHADAPAN
Kalau Anda hanya berbicara berdua dengan atasan, maka posisi duduk berhadapan adalah sikap yang baik. Namun, kalau Anda memimpin rapat atau berbicara di depan orang banyak, berdiri akan lebih baik daripada duduk. Berbicara sambil berdiri mengesankan Anda lebih berwibawa dan menguasai keadaan. Sedangkan sikap duduk terus-menerus menunjukkan sikap yang defensif dan pribadi yang kurang semangat.

JARAK AMAN
Tiap orang memiliki zona nyamannya sendiri. Ketika berhadapan dengan lawan bicara, jangan mencondongkan badan berlebihan karena akan terkesan agresif. Saat menekankan poin penting, tunjukkan posisi santai, tapi kontak mata tetap terjaga dan gestur tubuh ekspresif. Jangan terlalu bersandar atau terus-menerus melihat ke bawah, karena bisa ditafsirkan siswa bahwa Anda kurang percaya diri.

TERKENDALI
Usahakan menatap setiap siswa dengan penuh perhatian. Tataplah mata mereka satu per satu selama beberapa detik. Jika lawan bicara merasa diperhatikan, secara otomatis mereka akan balik memperhatikan. Kendalikan nada dan cara bicara, jangan terlalu monoton dan datar agar lawan bicara tidak bosan. Tapi jangan pula terlalu berapi-api. Anda bukan sedang berpidato, lho. Siswa juga akan sulit mencerna isi pembelajaran yang Anda sajikan.

Bicaralah dengan santai, jangan terlalu pelan dan halus dan menggunakan terlalu banyak "ah" atau "uh" sehingga rasa gugup jelas terlihat. Hindari kalimat yang tumpang tindih karena menandakan Anda pribadi yang kurang well-organized.

BERI PERHATIAN
Saat Anda sedang dalam posisi mendengarkan, jangan mengetuk-ngetukkan jari, menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku atau menatap ke sana kemari. Sikap seperti itu menunjukkan suasana hati yang sedang gelisah atau tegang. Tampilkan kesan Anda sedang menyimak dan memerhatikan perkataannya dengan cara menimpali dan mengatakan "he-eh", mengangguk, mencondongkan tubuh ke arah mereka, tersenyum atau mengikuti emosi lawan bicara, serta melakukan kontak mata.

EKSPRESI WAJAH
Selaraskan ekspresi muka dengan pembicaraan. Tersenyumlah saat mengatakan sesuatu yang lucu dan tetap jaga kontak mata. Pembicaraan pasti akan terjalin lebih hangat. Lawan akan menilai Anda sebagai pribadi yang hangat, terbuka dan jujur.

POSTUR DAN GESTUR
Meski tidak mengatakan apa pun, dari postur dan gestur mereka dapat menilai Anda. Orang yang meletakkan kaki di atas meja atau menyilangkan tangan di belakang kepala menandakan mereka terlalu percaya diri atau superior. Sebaiknya Anda rileks dan jangan kaku.

Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan kejujuran dan kredibilitas. Sedangkan menutup mulut dan melipat tangan di depan perut menunjukkan kesan menutup diri dan melindungi diri dari sesuatu yang salah. Gestur yang sebaiknya juga tidak diperlihatkan adalah bertopang dagu dan menguap. Sebab, Anda akan dinilai tidak bersemangat, tidak antusias, dan malas bertindak.

KOSTUM TEPAT
Pakaian yang dikenakan merupakan impresi pertama dari kepribadian seseorang. Busana yang Anda kenakan menandakan sejauh mana Anda melihat dan menghargai diri sendiri. Kenakan pakaian sesuai dengan kesempatan. Jika bertemu klien, pilih pakaian yang mengesankan profesional. Hindari mngenakan pakaian berbahan panas, ukuran yang kedodoran atau terlalu sempit. Sebab, bahasa tubuh Anda akan menunjukkan bahwa Anda sedang merasa tidak nyaman.

Bagaimana, sudah tahu kan, bagaimana berbahasa tubuh yang tepat? (dramu dari kompas.com/diakses 28 Mei 2008)
Diposkan oleh Dr. suyatno, M.Pd. di 08:02:00



Mendidik sebagai Tugas Guru untuk Memfasilitasi Sikap Siswanya

Oleh Suyatno

Banyak guru mengeluh setelah mengajar dengan berbagai ucapan yang arahnya memojokkan siswa. Siswa di kelasku nakal-nakal. Siswa di kelasku malas-malas. Lain lagi, di kelasku rata-rata perajuk. Waduh, kelas saya malah malas poll..! Kalau di kelasku, siswanya periang tapi tidak perhatian. Keluhan itu tambah menumpuk seperti gunung. Ujung-ujungnya, guru tidak bersalah dan siswalah yang bersalah.

Oh! Tidak. Siswa memang seperti itu sifat dan sikapnya. Jika tidak seperti itu, dia bukan siswa lagi tetapi orang yang telah keluar dari bangku sekolah. Taget sekolah adalah mengubah sikap anak dari belum bisa menjadi bisa, dari pemalu menjadi pemberani, dari bodoh menjadi pintar, dari berpikir konkret ke berpikir abstrak, dari penguasaan sederhana ke penguasaan kompleks, dari nakal ke santun, dan begitulah seterusnya. Nah, jika siswa tidak dapat berubah seperti perubahan yang diharapkan di atas, berarti guru tidak berhasil dalam mendidik siswa.

Ingat, tugas guru bukan saja mengajar dengan memindahkan ilmu semata melainkan mendidik siswa menjadi manusia yang manusiawi. Untuk itu, guru secara total harus dapat menguasai kondisi faktual kejiwaan siswa. Tiap tingkah laku dan perubahannya perlu dicermati guru sehingga diperoleh ketepatan perlakukan.

Kata orang, setiap siswa membawa sifat masing-masing. Kata-kata ini sepertinya tak terlalu salah. Banyak memang sifat siswa yang sebaiknya diketahui para guru. Dengan begitu, guru juga dapat mencari cara menghadapi siswa mereka. Berikut ini sifat siswa yang perlu diketahui dan difasilitasi siswa.


1. EGOIS
Umumnya, siswa yang egois maunya menang sendiri. Dia tidak mau mendengarkan orang lain dan harus dituruti semua keinginannya. Bila tidak, segala jurus ancaman pun akan ia lontarkan, dari mogok perintah, mogok belajar, mogok perhatian, dan tak mau belajar sampai berteriak-teriak di kelas maupun di luar kelas.

Yang harus dilakukan:
Jangan panik bila menghadapi siswa yang egois. GURU Tidak perlu marah, hadapi dengan lembut dan sabar. Yang terpenting adalah memberikan pengertian dan pengarahan.

2. PERAJUK
Ciri siswa perajuk adalah suka ngambek dan cenderung cengeng. Hampir sama dengan siswa egois, hanya saja siswa perajuk belum tentu keras kepala.

Yang harus dilakukan:
Bila siswa gampang merajuk, cobalah untuk membujuknya. Jangan dengan kekerasan, karena hal itu justru akan berdampak tak baik bagi perkembangan jiwanya. Aapalagi, kekerasan dilarang undang-undang perlindungan anak lho.

3. PEMALAS
Sifat siswa yang pemalas biasanya tidak mau mengerjakan pekerjaan atau tugas yang diberikan padanya. Ia mengandalkan orang lain untuk mengerjakannya.

Yang harus dilakukan:
Beri siswa pengertian dan contoh. Misalnya, setelah duduk di bangku kelas, tempat duduk harus dirapikan. Ajak ia untuk turut serta melakukan kegiatan tersebut.

4. NAKAL
Sifat nakal atau bandel wajar dimiliki oleh siswa. Biasanya mereka cenderung aktif, usil dan tak takut bahaya. Selain itu, siswa umumnya juga punya banyak akal.

Yang harus dilakukan:
Jangan bosan menasihati dan membimbingnya. Arahkan anak agar menjadi anak yang baik dan sopan. Yang penting, jangan dimarahi.

5. PENDENDAM
Ciri siswa pendendam adalah "hobi" menyimpan rasa sakit hati dan berusaha membalasnya di kemudian hari.

Yang harus dilakukan:
Jangan biarkan sifat pendendam bersarang dalam diri siswa. Pasalnya, sifat ini bisa merusak mental mereka. Berikan pengertian pada siswa bahwa "sifat mendendam" itu tidak baik. Selain dilarang agama, nantinya juga akan membuat mereka dijauhi oleh teman-teman mereka.

6. PEMBERONTAK
Umumnya, siswa yang memiliki sifat pemberontak susah diatur, kemauannya besar, dan merasa dirinya selalu benar. Yang lebih sering terjadi, mereka tidak peduli dengan omongan orang lain.

Yang harus dilakukan:
Pendekatan diri adalah jalan terbaik menghadapi anak pemberontak atau suka membangkang. Sebagai orang tua, Anda harus pandai meredam emosi. Berbicaralah dari hati ke hati.

7. PEMALU
Menutup diri, tak banyak bicara, itulah sebagian ciri dari anak pemalu. Selain itu, anak pemalu juga terkesan kuper alias kurang pergaulan.

Yang harus dilakukan:
Mengikutsertakannya dalam kegiatan sekolah, seperti tari, karate ataupun vokal grup. Degan begitu, mereka akan terbiasa berhadapan dengan orang banyak.

8. PERIANG
Umumnya, siswa periang memiliki banyak teman, karena kepribadian mereka yang hangat. Mereka jrang sekali murung dan selalu bergembira.

Yang harus dilakukan:
Anda perlu mengingatkan siswa agar dapat menempatkan diri kapan harus gembira dan kapan turut merasakan duka orang lain.(diramu dari www.kompas.com/kolom perempuan/beranda/diakses 24 Mei 2008)
Diposkan oleh Dr. suyatno, M.Pd. di 06:53:00

PUISIKU

SURO
TANGGAL LEPAS...
LAMA TERHEMPAS
TANGGAL BARU...
TAHUN PUN PULA...

TAHUN MENYULIH
DENGAN BULAN PERTANDA
SURA PERTAMA BERKASIAT
MENDUNG KEDAMAIAN
DENGAN GELEGAR KEIMANAN...
MEMBUKTI

SURO...
TANGGAL SATU...
KELUAR TAKIR MENYINGKIR
MARA LELARA...
...BERKAH KESELAMATAN
HADIR DI TIRAKATAN...

SELASA, 30 JUNI 1992
TEBASAN KESENJANGAN
Semula senyap tanah ini
Semua sepi ketika datang
Kami ingin sobat katamu
Kami butuh tempat katanya
Hingga menyatu perlahan
Pinta tali rasa manali hati
Mewindu berjajar tiada rasa

Ketika terbit satu-satu selera hati
Tiada duli turut anuti
Melukis garis kesenjangan
Mereka penjajah kabar darimu
Kamu menyuku bantahnya terkabar
Sungguh apa maunya

Hati itu telah melebur
Mengapa hendak dicerai
Ini bumu milik bapak persada
Satu darah kita ibu pertiwi
Tebaslah kesenjangan itu

Sidomulyo, 12 Juni 1993


JEJAK (By Sutrisno)
Menyimbang diri kedasar jurang
Menapakkan tapak di terjalan batu
Dan tiba dipadang kedamaian
Tak jua ada suarga loka
Jauh dari lelungit senja
Akhirnya …
Kuikuti terbang kembang ilalang
Terbang berliku terbawa angin
Kuikuti ….
Terus, hingga ia berpijak mandiri
Hidup bersanding Rosaria

LARON PERTAMA (By Sutrisno)
Sekian mega sulih menyulih
Bukan lancing yang memedih
Namun nyata debu dan asap

Berubah tanda-tanda kemakmuran
Pundung rayap membongkar diri
Berkelumpah bongkahan laron
Setelah kemarau menahannya diam
Abadi ………?
Satu terlewat satu pula teramat
Keedukaan menimpaku sobat
Bukan miskin budi melarat
Bukan tamak kurang nikmat
Namun secuil paku
Tertancap dikaki


PERTENTANGAN

Bila muka semuka layu
Katub bibir tak menyengih lagi
Rasa hati terpalu sentilan kata
Maka hati bak senawat tajam

Hati cemas, lemas
Jiwa gundah, sengguk tak punya
Tak tahu apa salah, benarnya

Relung hati inginnya suci
Tapi mata hidup gangsang berpedoman
Gansal berdiri mereka-reka
Satu semuka seluang emas
Dua bak bisa senggulung biru

Tiada senak hidup bercengkerama
Hanya satu ….. Tuhan hakiki
Pembuatku ….. dan pembuatmu
Akhir aku. Berkeputusan

Sidomulyo, 17 Desember 1992

DOAKU
Tuhan Mahapengampun
Bila raga jiwa bersarang dosa
Maka hati terukir doa
Meminta …… tengadah pada-Nya
Leburlah sarang kami yang nista
Gantilah doa pahala

Ya Allah yang kusembah
Teguhkanlah jiwaku disatu pegangan pasti
Keyakinan, tanpa goyah
Kecualipun tidak
Pilihanku, ya Allah tetapkanlah
Biarku tak beralih-alih
Bak air bergoyang riang,
Dicekungan talas untuk alas

Ya Allah, aku berdoa
Aku yakin Engkau mahapengasih lagi mahapenyayang

Sidomulyo, Kamis….Agustus 1992

GURUKU

GURUKU
Oleh : Sutrisno,S.Pd.
Semakin berkembang dunia yang didukung oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, sangat berpengaruh pula akan perkembangan dunia pendidikan. Seiramakah perkembangan kemajuan dunia dalam hal ini masyarakat dengan perkembangan dunia pendidikan dalam hal ini kurikulumnya, karena landasan yuridis dan landasan dalam menentukan arah perkembangan pendidikan di dunia pendidikan adalah dari kurikulum.

Terlihat dari perkembangan masyarakat yang senantiasa dinamis dan selalu berlomba menggali ilmu yang sekarang lebih mudah diakses dan lebih gampang karena sudah terpampang diberbagai bidang. Jika dulu disaat para sesepuh yang selalu bilang pendidikan dijaman “baheula” lebih bagus serta anak-anak didiknya lebih unggul atau kalau mau yang lebih keren lagi lebih “handal” begitu mereka membanggakannya. Memang tidak seluruhnya apa yang mereka para sesepuh katakan itu salah, tetapi juga tidak bisa dikatakan benar semua. Jika dijaman dahulu yang biasa sekolah itu merupakan orang-orang pilihan dari satu kampung atau bahkan satu kecamatan hanya orang satu, itu artinya mereka adalah orang yang benar-benar telah terpilih. Kalau sekarang satu kampung atau satu kecamatan kita pilih satu orang tentu akan kita dapati satu orang yang betul-betul “Handal” bukan?

Terlepas dari semua itu, satu kewajiban guru yang harus dihadapi sekarang adalah :
1. Situasi yang terus berkembang
2. Prediksi anak didik yang sepuluh hingga dua puluh tahun kedepan harus seperti apa.
3. Bagaimana menyediakan situasi pembelajaran yang dapat merangkum berbagai ilmu yang dibutuhkan anak didik kita sehingga dapat dengan sendirinya mereka dengan konsep yang diterimanya dapat diaplikasikannya disegala situasi yang dihadapi.
4. Sikap-sikap yang bagaimanakah yang harus dimuliki guru sehingga akan tetap terus bertahan dengan keadaan jaman yang semakin berkembang dan akan terus berkembang, adakah guru nanti ada saatnya tidak up to date lagi?




13 April 2011
Guruku; Apakah yang harus dipersiapkan oleh seorang guru sebelum memulai pembelajaran?
Apakah masih pada prinsip yang lama: Yang beranggapan “Berangkat tanpa persiapan dan pulang tanpa beban” dan perlu ditambah lagi tanggal muda gajian. Memang banyak sekali yang menghubungkan antara kinerja guru dengan penghasilan yang diterima. Tetapi apakah ada sebuah hasil yang signifikan jika penghasilan guru besar akan membuat guru bekerja dengan sebaik-baiknya, karena ukuran pertama apabila kita mau bekerja sebaik-baiknya maka modal dasar dalam pengembangan kearah yang dituju akan terwujud.

Persiapan yang harus dilakukan adalah :
1. Membuat perlengkapan dan administrasi pembelajaran yang lengkap.
2. Mengumpulkan materi dan media pembelajaran dari berbagai sumber.
3. Menyusun peraturan kelas dan pengelolaan kelas yang mengarah pada pembelajaran kontekstual.
4. Mempersiapkan Hidden kurikulum, penanaman karakter, dan program-program unggulan yang dapat membangkitkan gairah belajar anak.
5. Selalu berupaya mengembangkan potensi diri dan kedisiplinan serta berperan aktif dalam kemasyarakatan.

Membuat Perlengkapan dan Administrasi Pembelajaran yang Lengkap
14 April 2011
Oleh : Sutrisno, S.Pd.

Perlengkapan yang harus dipersiapkan oleh guru sebelum mengajar adalah administrasi kelas dan perlengkapan pendukung. Administrasi kelas dapat berupa :
1. Buku absensi kelas.
2. Buku Grafik absen siswa.
3. Buku mutasi siswa
4. Buku penyerahan dan penerimaan rapor
5. Buku penghubung
6. Buku inventaris kelas
7. Buku Notulen rapat
8. Buku catatan penemuan/hal-hal baru
9. Buku Bimbingan dan Konseling

10. Buku catatan khusus siswa
11. Buku biodata siswa
12.
Sedangkan yang termasuk dalam perlengkapan kelas adalah :
1. Boxfile portofolio
2. Papan absen siswa
3. Mading kelas
4. Papan prestasi siswa
5. Papan data siswa
6. Rencana kerja/kegiatan kelasmm
7. Peta lengkap sampai pada peta rumah siswa
8. Mmm
9. M

Perlengkapan –perlengkapan yang mungkin perlu diadakan :
1. Alat pencatat curah hujan sederhana.
2. Tempat atau wadah alat peraga atau media pembelajaran
3. Media elektronik; televise, cd, computer/laptop, lcd proyektor, dan handycam
4. Alat peraga dan media pembelajaran seni, olah raga, agama, dan yang lain.

MENGUMPULKAN MATERI DAN MEDIA PEMBELAJARAN
MATERI PEMBELAJARAN: dapat diperoleh dari berbagai sumber, mulai dari yang sudah umum yakni dari buku paket, buku referensi atau rujukan, majalah, bulletin, surat kabar sampai dengan yang menuntut guru kreatif seperti membuat sendiri dengan cara merekam dengan tampilan berupa audio maupun visual atau bahkan audio visual. Biasanya pada saat ini dengan menggunakan HP atau Handycam kemudian disimpan dilaptop, nah, pada saatnya nanti tinggal ditonton bersama-sama saat pembelajaran dengan bantuan lcd proyektor. Dengan setia untuk mencari dan terus mencari kelengkapan materi pelajaran dan dikoleksi dalam folder-folder khusus, maka guru akan semakin mudah dan semakin lengkap dalam menyajikan materi untuk anak didiknya.
Menggali materi pembelalajaran : materi dapat digali dengan berbagai cara, satu diantaranya dengan membuat bulletin, dengan membuat bulletin maka, akan langsung melibatkan siswa untuk dapat mencari ilmu dengan mengaplikasikannya. Siswa terlibat langsung dengan quntum teaching mencapai pada tingkat yang paling tinggi. Hal ini dilandasi oleh pendapat Goordon dan Jannette (2000:100) bahwa ilmu itu akan diperoleh atau terserap oleh anak dengan prosentase sebagai berikut:
10% dari apa yang kita baca
20% dari apa yang kita dengar
30% dari apa yang kita lihat
50% dari apa yang kita lihat dan dengar
70% dari yang kita katakan
90% dari apa yang kita katakana dan lakukan.
Untuk itu bulletin dengan pembagian kolom terbit yang beragam dan disesuaikan dengan aspek pelajaran yang diajarkan. Dimulai dengan merancang tugas, kemudian menentukan cara menggali ilmu yang akan dikerjakan oleh anak, kemudian dengan memberi kebebasan kepada anak melalui berbagai cara dan pengetahuannya untuk bisa mendapatkanan ilmu atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Siswa melalui pembelajaran seperti diatas dapat membangkitkan :
1. Motivasi belajar karena mendapat kebebasan mengeskpresikan keinginan dalam rangka memperoleh ilmu.
2. Membentuk persaingan yang kompetitif.
3. Lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan indra sehingga, capaian ilmu akan lebih lama untuk disimpan di memori anak.
4. Anak merasa dihargai dengan menampilkan hasil karyanya, dan dapat dinikmati oleh semua teman-temannya, hal ini dapat memberikan rasa bangga dan percaya diri.

Melengkapi portofolio : sebuah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam rangka melengkapi kekayaan yang dimiliki oleh siswa dalam mencapai keharusan yang telah ditetapkan oleh guru dengan berstandarkan kepada kurikulum yang berlaku.









KEPRAMUKAAN
(Dikutip dari BOYMAN oleh Kak Trisno)
Kepanduan telah berkembang pesat lebih dari 140 negara di dunia. Organisasi-organisasi
Kepanduan internasional adalah organisasi yang independen tetapi biasa bertemu dua tahun
Sekali dalam boy scout world conferens biro kepanduan sedunia (the boy scout world bureau )
Berada di jenewa, swizerland, berfungsi sebagai secretariat organisasi
Boy Scout, gerakan internsional yang bertujuan u8ntuk meningkatkan karakter anak-anak dan remaja dan melatih mereka untuk dapat bertanggungjawab dimasa dewasa nanti. Gerakan ini bermula di Inggris tahun 1907 oleh Sir Robert Baden Powll yang program dasar gerakannya diilhami oleh dua organanisasi remaja yang telah lebih dahulu terbentuk: Sons of Daniel Boone, didirikan oleh Daniel Carter Beard seorang naturalis illustrator dan Woodcraft India yang dipelopori oleh Ernest Thomsoon Seton seorang penulis Inggris kelahiran Kanada.

Kepanduan telah berkembang pesat lebih dari 140 negara didunia. Organisasi-organisasi kepanduan internasional adalah organisasi yang independen tetapi biasa bertemu setiap dua tahun sekali dalam Boy Scout World Conference.
hotline-id@yepp-yepp.com
Menampilkan entri terbaru dengan label PTK. Tampilkan entri lawas
Kamis, 25 Maret 2010
SISTEMATIKA PROPOSAL PTK
Disusun oleh Sriudin
1. 1. JUDUL

Judul PTK hendaknya dinyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK bukan sosok penelitian formal.

1. 2. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam latar belakang permasalahan ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkkan fakta – fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian –penelitian terdahulu, apabila ada juga akan lebih mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian di bagian ini.

1. 3. PERMASALAHAN

Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar – benar di angkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya permasalahan yang dimaksud seyogyanya bukan permasalahan yang secara teknis metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang perlu di tangani itu nampak menjadi perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian inipun, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.

1. 4. CARA PEMECAHAN MASALAH

Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Disamping itu, juga harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran dan/atau berbagai program sekolah lainnya.Juga harus dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.

1. 5. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas.paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan.perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian – bagian sebelumnya. Dengan sendirinya,artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalaui penerapan strategi PBM yang baru, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.Syukur apabila juga dapat dikuantifikasikan.

Disamping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan – keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi siswa sebagai pewaris langsung (direct beneficiaries) hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan – rekan guru lainnya serta bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru. Berbeda dari konteks penelitian formal, kemanfaatan bagi pengembangan ilmu. Teknologi dan seni tidak merupakan prioritas dalam konteks PTK, meskipun kemungkinan kehadirannya tidak ditolak.

1. 6. KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Pada bagian ini diuraikan landasan substantive dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelakju PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku – pelaku PTK lain disamping terhadap teori – teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logic dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Aras kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan dirumuskan.

1. 7. RENCANA PENELITIAN

1. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian

Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan,tingkat kemampuan dan lain sebagainya. Aspek substantive permasalahan seperti Matematika kelas II SMPLB atau bahasa inggris kelas III SMLB, juga dikemukakan pada bagian ini.

1. Variabel yang diselidiki

Pada bagian ini ditentukan variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik – titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) varaibel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.

1. Rencana Tindakan

Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti :

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasi masalah. Pembuatan scenario pembelajaran, pengadaan alat – alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain – lin yang terkait bdengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan alternative – alternative solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah. Format kemitraan antara guru dengan dosen LPTK juga dikemukakan pada bagian ini.

2) Implementasi Tindakan yaitu deskripsi tindakan yang akan di gelar. Scenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

3) Observasi dan Interpretasi yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.

4) Analisis dan Refleksi yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.

1. Data dan cara pengumpilannya

Pada bagian ini ditunjukkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya.

Di samping itu teknik pengumpilan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan juranal harian, observasi aktivitas di kelas (termasuk berbagai kemungkinan format dan alat bantu rekam yang akan digunakan)penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen dan sebagainya.selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK, Para guru juga harus aktif sebagai pengumoul data, bukan semata – mata sebagai sumber data.

Akhirnya semu teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik. Penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.

1. Indikator kinerja

Pada bagaian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindak perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk pengurangan (njumlah jenis dan atau tingkat kegawatan)miskonsepsi yang tertampilkan yang patut diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud.

1. Tim peneliti dan tugasnya

Pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama – nama anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.

1. JADWAL PENELITIAN

Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.

1. RENCANA ANGGARAN
2. Komponen – komponen pembiayaan

Rencana anggaran meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan pelaksanan penelitian, dan pelaporan.

Secara lebih rinci, pembiayaan yang termasuk dalam setiap bidang adalah sebagai berikut :

1. Persiapan

Kegiatan persiapan antara lain meliputi pertemuan anggota tim peneliti untuk menetapkan jadwal penelitian dan pembagian kerja, menyusun instrument penelitian, menetapkan format pengumpulan data, menetapkan teknik analisis data, dan sebagainya.

1. Kegiatan operasional di lapangan

Dalam kegiatan operasional dapat tercakup antara lain pelancaran tes diagnostic dan analisis hasilnya, gladi resik implementasi tindakan, perbaikan, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi pelaksanaan tindakan perbaikan, pertemuan refleksi, perencanaan tindakan ulang, dan sebagainya.

1. Penyusunan Laporan Hasil PTK

Pembiayaan yang termasuk dalam bagian ini adalah penyusunan konsep laporan, review konsep laporan, penyusunan konsep laporan akhir. Seminar local hasil penelitian, seminar nasional hasil penelitian, dan sebagainya. Juga termasuk dalam pembiayaan adalah penggandaan dan pengiriman laporan hasil PTK, serta pembuatan artikel hasil PTK dalm bahasa Indonesia dan bahasa Inggris



1. Daftar Pustaka

Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad pengarang . hendaknya pustaka benar – benar relevan dan sungguh – sungguh dipergunakan dalam penelitian.

LAMPIRAN DAN LAIN – LAIN

Bagian lampiran dapat berisi curriculum vitae ketua dan para anggota tim inti. Curriculum vitae tersebut memuat identitas ketua anggota tim peneliti, riwayat pendidikan, pelatihan di bidang penelitian yang telah pernah diikuti, baik sebagai penatar/pelatih maupun sebagai peserta, dan pengalaman dalam penelitian termasuk di PTK.

Hal – hal lain yang dapat memperjelas karakteristik kancah PTK yang diusulkan dapat disertakan dalam usulan penelitian ini.
di 03:31 Link ke posting ini Label: PTK
Reaksi:
2 komentar
Selasa, 02 Februari 2010
Pengantar Sampling: Rancangan Sampling
Disusun oleh Sriudin
Pernahkah anda menyaksikan siaran perhitungan cepat pemilihan kepala daerah di televisi? Jika iya, pasti tidak asing dengan istilah hitung cepat (quick count). Yups, belakangan semakin familiar saja istilah itu dengan keseharian kita. Namun, apakah kita pernah memikirkan bagaimana para penghitung itu bisa memberikan prediksi yang hampir sama dengan hasil akhir yang nanti baru akan kita ketahui berminggu-minggu setelah proses itu dilakukan? Atau bagaimana proses polling terhadap popularitas seorang calon presiden misalnya? Bagaimana sebenarnya proses-proses itu dilakukan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebenarnya tidaklah sesulit yang dibayangkan. Proses perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode statistik yang bahkan dipelajari oleh anak SMP sekalipun. Metode itu biasa dikenal dengan pensampelan (sampling). Maksudnya, dari sekian banyak populasi, kita hanya mengambil beberapa bagian saja yang diasumsikan bisa menjadi representasi dari keseluruhan populasi. Nah, sekarang kita akan sedikit melihat bagaimana kita melakukan proses sampling itu berdasarkan hirarkinya.
1.Rumuskan masalah yang akan kita teliti. Misalnya berapa persen popularitas Hidayat Nur Wahid di Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan dengan calon-calon Presiden yang lain?

2.Tentukan dengan jelas populasi yang ingin kita lihat. Dalam hal ini berarti seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih di Propinsi DIY.

3.Tentukan unit sampling yang kita perlukan. Misalnya apakah kita akan menggunakan unit perdaerah seperti Kabupaten/Kota, jenis pekerjaan, penghasilan dan lain sebagainya.

4.Jika memungkinkan, kita bisa mencari informasi tentang pensamplingan sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya.

5.Tentukan ukuran sample. Nah, untuk yang satu ini, jumlanya ditentukan setelah kita mengetahui jumlah populasi yang pasti. Untuk penentuan jumlah sample, nggak usah repot-repot, silahkan lihat caranya pada bagian lain blog ini (Penentuan Jumlah Sample secara Online)

6.Tentukan teknik sampling yang akan digunakan. Untuk menentukan teknik pensampelan yang representative, harus dipertimbangkan homogenitas populasi. Jika populasinya homogen, maka bisa menggunakan sampel acak biasa. Namun jika populasinya heterogen, maka harus digunakan teknik yang lain misalnya sampel berstrata, proporsional ataupun cluster. Meskipun demikian, kita juga bisa menggunakan penggabungan teknik sampel untuk mendapatkan hasil yang lebih representative. Misalnya antara menggabungkan antara teknik cluster dan proporsional.

7.Tentukan bagaimana cara kita mengumpulkan data apakah dengan kuesioner, wawancara atau daftar isian sekaligus bagaimana mengolah data tersebut.

Nah, point yang terpenting sebenarnya adalah teknik sampling yang kita pakai. Teknik sampling yang paling tepat ditentukan oleh banyak factor diantaranya adalah: masalah yang diteliti, homogenitas populasi, biaya, tenaga dan waktu yang tersedia serta kejujuran pengumpul data dilapangan.

dikutip dari http://statistikpendidikanii.blogspot.com/2008/08/pengantar-sampling-rancangan-sampling.html
di 23:49 Link ke posting ini Label: PTK
Reaksi:
0 komentar
Sabtu, 18 April 2009
Penelitian Korelasional
Disusun oleh Sriudin
Apakah Penelitian Korelasional itu?

Tujuan penelitian korelasional adalah untuk memahami hubungan antar sifat/karakteristik orang atau entitas lainnya. Contoh rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dalam penelitian korelasional antara lain; “Bagaimana hubungan antara latar belakang kultural dengan penggunaan strategi komunikasi tertentu?” “Bagaimana hubungan antara kompetensi sintaksis dan kompetensi sosiopragmatik?” “Bagaimana hubungan antara kecemasan dan kualitas tulisan dalam bahasa kedua?” Masing-masing pertanyaan penelitian di atas berkaitan dengan hubungan antara dua karakteristik atau variabel.
Variabel adalah “karakteristik tertentu yang berbeda-beda; sedikitnya memiliki dua nilai, dan bisanya lebih” (Smith & Glass, 1987, hlm. 12). Marilah kita mencoba melihat contoh berikut. Kecemasan dalam menulis dalam bahasa kedua adalah variabel karena tingkat kecemasan itu berbeda-beda di kalangan siswa. Ada siswa yang lebih cemas dibandingkan dengan siswa lain ketika mencoba untuk menulis paper atau makalah dalam bahasa kedua. Untuk mengukur tingkat kecemasan yang dialami siswa, mereka diberi semacam tes yang mengukur kecemasan menulis. Skor mereka mungkin akan bervariasi dari 1 sampai dengan 10. Skor-skor dalam variabel kecemasan menulis tersebut merupakan indikator yang dianggap mewakili konstruk atau trait kecemasan yang sebenarnya. Yang dimaksud konstruk atau trait adalah konsep atau ide abstrak mengenai beberapa kualitas dari seorang individu (Smith & Glass, 1987, hlm. 7; Borg, 1987, hlm. 120). Suatu konstruk hipotetis tidak bisa diobservasi atau diukur secara langsung. Oleh karena itu, peneliti menjabarkan konstruk itu dalam bentuk operasional yang bisa diukur, seperti tertuang dalam jawaban-jawaban siswa terhadap seperangkat pertanyaan yang mengukur kecemasan dalam menulis.
Variabel-variabel lain yang penting dalam penelitian bahasa kedua adalah kecakapan berbahasa, motivasi, latar belakang kultural dan linguistik, dan sejumlah karakteristik siswa yang lain.Variabel juga bisa berupa karakteristik guru seperti pengalaman atau kemampuan bahasanya. Variabel juga bisa berupa karakteristik kelas seperti komposisi etnis, ukuran kelas, atau juga bisa berupa karakteristik satuan atau entitas lainnya seperti Perguruan Tinggi, sekolah atau program. Banyak penelitian bahasa kedua yang melibatkan variabel-variabel linguistik seperti penggunaan tipe/ciri-ciri wacana tertentu, tindak ujaran atau struktur gramatikal. Melalui penggunaan teknik-teknik korelasional, peneliti berusaha untuk mempelajari bagaimana variabel-variabel tersebut diukur dan berkaitan satu sama lain.
Penelitian korelasional sering dibedakan dari penelitian kausalitas seperti penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen, peneliti mencoba untuk menentukan bahwa satu variabel tertentu menjadi penyebab dari variabel lainnya. Sementara, dalam penelitian korelasional peneliti tidak membuat suatu klaim kausalitas. Dalam penelitian korelasional, peneliti mengajukan bentuk rumusan masalah seperti; “Bagaimana hubungan antara kepercayaan diri dan kecakapan/kemahiran oral bahasa kedua?” tidak dalam bentuk “Apakah kepercayaan diri menyebabkan tingginya tingkat kemahiran oral bahasa kedua?” Peneliti bisa juga mengajukan pertanyaan seperti; “Bagaimana hubungan antara pengetahuan eksplisit tentang bentuk-bentuk retorik dengan pemahaman bacaan (reading comprehension) dalam bahasa kedua?” dan bukan dalam bentuk pertanyaan eksperimental seperti; “Apakah pengetahuan tentang bentuk-bentuk retorik menyebabkan pemahaman bacaan yang lebih baik?”
Bagaimana Anda melakukan penelitian korelasional? Marilah kita perhatikan suatu contoh hipotetis. Anda mungkin ingin mengetahui apakah semakin sering guru bahasa kedua memberikan feedback atau umpan balik kepada siswa, maka semakin meningkat pula kemahiran berbahasa siswa. Untuk menguji pertanyaan penelitian tersebut, Anda harus mendapatkan “hasil pengukuran” dari sejumlah feedback yang diterima masing-masing siswa dan “hasil pengukuran” tentang perkembangan kemahiran siswa dalam berbahasa kedua. Selanjutnya Anda akan menentukan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa dengan cara menghitung koefisien korelasinya. Koefisien korelasi adalah angka atau bilangan yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Bilangan tersebut juga menunjukkan arah korelasi (apakah positif atau negatif) dan tingkat hubungan antara feedback dan peningkatan kemahiran berbahasa. Karena pertanyaan atau rumusan masalah yang diajukan dalam bentuk hubungan atau relationship, maka jawaban yang diberikan juga merupakan suatu hubungan atau relationship. Hubungan itulah yang disebut korelasi.
Satu contoh penelitian nyata yang dilakukan oleh Krashen (1985) tentang teori input bisa memberikan gambaran tentang teknik-teknik korelasi yang sering digunakan. Polak dan Krashen (1988) tertarik pada apakah ada korelasi antara kompetensi mengeja bahasa Inggris dengan kesukaan membaca bahasa Inggris di kalangan siswa Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Kedua (BISBK) di SMU Polak. Dengan menggunakan korelasi, kedua peneliti menguji hubungan antara dua variabel; (1) keakuratan mengeja (yang diukur dengan menggunakan teknik dictation atau imla’); dan (2) kesukaan membaca (yang diukur dengan menggunakan angket pendek). Mereka menemukan korelasi positif yang menunjukkan bahwa, dengan mengabaikan bahasa pertama mereka, tiga kelompok mahasiswa yang diteliti yang sering membaca secara bebas, melakukan kesalahan kecil dalam mengeja bahasa kedua. Setelah memperingatkan pembaca bahwa kausalitas tidak bisa dijelaskan, kedua peneliti menyimpulkan; “Hasil penelitian kami menegaskan bahwa kesukaan membaca akan membantu pengejaan yang benar, oleh karena itu, para mahasiswa perlu didorong untuk merasa senang membaca dengan cara mereka sendiri. Disamping mengeja, ada bukti yang kuat bahwa kesukaan membaca bisa meningkatkan kemahiran berbagai aspek kebahasaan yang lain yang meliputi kemampuan membaca, kosa kata, tata bahasa dan gaya penulisan” (Polak & Krashen, 1988, hlm. 145). Sebenarnya, penelitian tersebut tidak menunjukkan bahwa kesukaan membaca “menyebabkan” atau “membantu” kebenaran mengeja, tetapi hanya menggambarkan bahwa ada hubungan di antara dua variabel yang diteliti tersebut. Ini berarti bahwa ada faktor-faktor lain yang menyebabkan atau membantu keakuratan mengeja. Contoh penelitian ini menggambarkan salah satu cara penggunaan metode korelasional dalam menjelaskan hubungan antara dua variabel dari beberapa kelompok mahasiswa.
Kriteria untuk Menganalisis Penelitian Korelasional

Dalam memahami dan mengevaluasi penelitian yang menggunakan tekni-teknik korelasi, Anda harus berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Mempertimbangkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda dalam memahami penelitian yang dilakukan, membantu Anda menilai hasil-hasil penelitian, dan juga dapat membantu Anda memperoleh pemahaman terhadap aspek-aspek penelitian yang variatif.

1. Persoalan apakah yang menjadi objek penelitian?
2. Dalam kontek apakah penelitian itu dilakukan?
3. Orientasi-orientasi teoritik apakah yang digunakan oleh para peneliti?
4. Siapa sajakah subjek atau partsipan dalam penelitian? Berapa dan bagaimana mereka diteliti? Karakteristik apa yang relevan bagi mereka?
5. Variabel-variabel apakah yang diteliti? Bagaimana variabel-variabel itu didefinisikan dan diukur? Bagaimana kelayakan (validitas dan reliabilitas) alat ukurnya?
6. Analis korelasi apakah yang dilakukan dan bagaimana hasilnya?
7. Kesimpulan-kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah generalisai yang dilakukan sudah tepat?
8. Apa kontribusi yang diberikan penelitian bagi pengetahuan kita terhadap faktor sosial dan faktor kontekstual dalam pembelajaran bahasa kedua?
9. Apa implikasi-implikasi hasil penelitian bagi pembelajaran bahasa kedua dalam berbagai konteks formal?
di 19:48 Link ke posting ini Label: PTK
Reaksi:
2 komentar
JENIS - JENIS PENELITIAN
Disusun oleh Sriudin
Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, misalnya:
Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif.
Penelitian historis menerapkan metode pemecahan yang ilmiah dengan pendekatan historis. Proses penelitiannya meliputi pengumpulan dan penafsiran fenomena yang terjadi di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna untuk memahami, meramalkan atau mengendalikan fenomena atau kelompok fenomena. Penelitian jenis ini kadang-kadang disebut juga penelitian dokumenter karena acuan yang dipakai dalam penelitian ini pada umumnya berupa dokumen. Penelitian historis dapat bersifat komparatif, yakni menunjukkan hubungan dari beberapa fenomena yang sejenis dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan; bibliografis, yakni memberikan gambaran menyeluruh tentang pendapat atau pemikiran para ahli pada suatu bidang tertentu dengan menghimpun dokumen-dokumen tentang hal tersebut : atau biografis, yakni memberikan pengertian yang luas tentang suatu subyek, sifat dan watak pribadi subyek, pengaruh yang diterima oleh subyek itu dalam masa pembentukan pribadinya serta nilai subyek itu terhadap perkembangan suatu aspek kehidupan.
Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi pada masa sekarang. Prosesnya berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu; analitis kualitatif untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis tanpa menggunakan model kuantitatif; atau normatif dengan mengadakan klasifikasi, penilaian standar norma, hubungan dan kedudukan suatu unsur dengan unsur lain.
Penelitian teoritis adalah penelitian yang hanya menggunakan penalaran semata untuk memperoleh kesimpulan penelitian. Proses penelitian dapat dimulai dengan menyusun asumsi dan logika berpikir. Dari asumsi dan logika tersebut disusun praduga (konjektur). Praduga dibuktikan atau dijelaskan menjadi tesis dengan jalan menerapkan secara sistematis asumsi dan logika. Salah satu bentuk penerapan asumsi dan logika untuk membentuk konsep guna memecahkan soal adalah membentuk model kuantitatif. Dalam beberapa penelitian teoritis tidak diadakan pengumpulan data.
Penelitian ekperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan menciptakan fenomena pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan sebab-akibat dan pengaruh faktor-faktor pada kondisi tertentu. Dalam bentuk yang paling sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena seteliti mungkin. Dalam penelitian eksperimental banyak digunakan model kuantitatif.
Penelitian rekayasa (termasuk penelitian perangkat lunak) adalah penelitian yang menerapkan ilmu pengetahuan menjadi suatu rancangan guna mendapatkan kinerja sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Rancangan tersebut merupakan sintesis unsur-unsur rancangan yang dipadukan dengan metode ilmiah menjadi suatu model yang memenuhi spesifikasi tertentu. Penelitian diarahkan untuk membuktikan bahwa rancangan tersebut memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Penelitian berawal dari menentukan spesifikasi rancangan yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan, memilih alternatif yang terbaik, dan membuktikan bahwa rancangan yang dipilih dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan secara efisiensi, efektif dan dengan biaya yang murah. Penelitian perangkat lunak komputer dapat digolongkan dalam penelitian rekayasa.
di 19:35 Link ke posting ini Label: PTK
Reaksi:
0 komentar
Rabu, 28 Januari 2009
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Disusun oleh Sriudin
Guru merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan. Keberhasilan suatu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru. Guru harus senantiasa didorong untuk mampu mengembangkan dirinya sendiri untuk mencapai tingkat kualitas tertentu, mempertahankan dan memelihara kualitas itu dalam bentuk penjaminan kualitas, untuk senantiasa me
lakukan upaya peningkatan kualitas kerjanya secara berkelanjutan.
Kualitas kinerja professional seorang guru tidak hanya sebatas menguasai bahan ajar dan menerapkan metode pembelajaran yang baik. Lebih dari itu, guru harus memahami keadaan dan kebutuhan peserta didik yang unik dan bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya dan selalu berkembang dengan cepat dan sulit untuk diperkirakan sebelumnya. Pendekatan kearah pencapaian kualitas guru seperti itu akan berhasil melalui metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR). Dalam pendekatan ini, guru senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan ilmu ke dalam praktek, baik ilmu tentang bahan yang diajarkan, maupun ilmu tentang bagaimana mengajar, dan bagaimana bergaul dengan peserta didik. Dengan demikian, dia akan menjadi guru peneliti yang reflektif (reflective teacher – researcher).
Menurut Budi Suset


Menurut Budi Susetyo, Sistematika Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai berikut :

1. JUDUL
Judul PTK hendaknya dinyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK bukan sosok penelitian formal.
2. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam latar belakang permasalahan ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkkan fakta – fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian –penelitian terdahulu, apabila ada juga akan lebih mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian di bagian ini.
3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar – benar di angkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya permasalahan yang dimaksud seyogyanya bukan permasalahan yang secara teknis metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang perlu di tangani itu nampak menjadi perumusan masalah tersebut. Dalam bagian ini dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian inipun, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.
4. CARA PEMECAHAN MASALAH
Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Disamping itu, juga harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran dan/atau berbagai program sekolah lainnya.Juga harus dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.
5. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas.paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan.perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian – bagian sebelumnya. Dengan sendirinya,artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalaui penerapan strategi PBM yang baru, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.Syukur apabila juga dapat dikuantifikasikan. Disamping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan – keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi siswa sebagai pewaris langsung (direct beneficiaries) hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan – rekan guru lainnya serta bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru. Berbeda dari konteks penelitian formal, kemanfaatan bagi pengembangan ilmu. Teknologi dan seni tidak merupakan prioritas dalam konteks PTK, meskipun kemungkinan kehadirannya tidak ditolak.
6. KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Pada bagian ini diuraikan landasan substantive dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelakju PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku – pelaku PTK lain disamping terhadap teori – teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logic dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Aras kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan dirumuskan.
7. RENCANA PENELITIAN
Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian
Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan,tingkat kemampuan dan lain sebagainya. Aspek substantive permasalahan seperti Matematika kelas II SMPLB atau bahasa inggris kelas III SMLB, juga dikemukakan pada bagian ini.
Variabel yang diselidiki
Pada bagian ini ditentukan variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik – titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) varaibel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.
Rencana Tindakan
Pada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti : 1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasi masalah. Pembuatan scenario pembelajaran, pengadaan alat – alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain – lin yang terkait bdengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan alternative – alternative solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah. Format kemitraan antara guru dengan dosen LPTK juga dikemukakan pada bagian ini. 2) Implementasi Tindakan yaitu deskripsi tindakan yang akan di gelar. Scenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan. 3) Observasi dan Interpretasi yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang. 4) Analisis dan Refleksi yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.
Data dan cara pengumpulannya
Pada bagian ini ditunjukkan dengan jelas jenis data yang akan dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya. Di samping itu teknik pengumpilan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan juranal harian, observasi aktivitas di kelas (termasuk berbagai kemungkinan format dan alat bantu rekam yang akan digunakan)penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen dan sebagainya.selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK, Para guru juga harus aktif sebagai pengumoul data, bukan semata – mata sebagai sumber data. Akhirnya semu teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik. Penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.
Indikator kinerja
Pada bagaian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindak perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk pengurangan (njumlah jenis dan atau tingkat kegawatan)miskonsepsi yang tertampilkan yang patut diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud.
Tim peneliti dan tugasnya
Pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama – nama anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian..
8. JADWAL PENELITIAN
Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.
9. RENCANA ANGGARAN
1. Komponen – komponen pembiayaan Rencana anggaran meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan pelaksanan penelitian, dan pelaporan. Secara lebih rinci, pembiayaan yang termasuk dalam setiap bidang adalah sebagai berikut : a. Persiapan Kegiatan persiapan antara lain meliputi pertemuan anggota tim peneliti untuk menetapkan jadwal penelitian dan pembagian kerja, menyusun instrument penelitian, menetapkan format pengumpulan data, menetapkan teknik analisis data, dan sebagainya. b. Kegiatan operasional di lapangan Dalam kegiatan operasional dapat tercakup antara lain pelancaran tes diagnostic dan analisis hasilnya, gladi resik implementasi tindakan, perbaikan, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi pelaksanaan tindakan perbaikan, pertemuan refleksi, perencanaan tindakan ulang, dan sebagainya. c. Penyusunan Laporan Hasil PTK Pembiayaan yang termasuk dalam bagian ini adalah penyusunan konsep laporan, review konsep laporan, penyusunan konsep laporan akhir. Seminar local hasil penelitian, seminar nasional hasil penelitian, dan sebagainya. Juga termasuk dalam pembiayaan adalah penggandaan dan pengiriman laporan hasil PTK, serta pembuatan artikel hasil PTK dalm bahasa Indonesia dan bahasa Inggris 2. Cara Merinci Kegiatan dan Pembiayaan Biaya penelitian harus dirinci berdasarkan kegiatan operasional yang dijabarkan dari metodologi yang dikemukakan. Agar dapat dihitung biayanya, kegiatan operasional itu harus jelas namanya, tempatnya, lamanya, jumlah pesertanya. Sarana yang diperlukan dan output yang diharapkan. 1) Beberapa patokan pembiayaan satuan kegiatan penelitian a. Honorarium 1) Ketua Peneliti 2) Anggota tim peneliti 3) Tenaga Administrasi Besarnya honorarium tergantung pada sumber pandanaan b. Bahan dan Peralatan penelitian 1) Bahan habis pakai 2) Alat habis 3) Sewa alat c. Perjalanan 1) Biaya perjalanan sesuai dengan ketentuan 2) Transportasi local sesuai harga setempat 3) Lumpsum termasuk konsumsi sesuai dengan ketentuan 4) Monitoring dari PGSM minimal untuk satu orang, satu kali, selama dua hari 5) Konsultasi ketua tim peneliti ke PGSM selama dua hari d. Laporan Penelitian 1) Penggandaan 2) Penyusuinan artikel berbahasa Indonesia dan inggris 3) Pengiriman e. Seminar 1) Seminar lokal, konsumsi sesuai harga setempat, biaya penyelenggaraan sesuai dengan harga setempat 2) Seminar nasional minimal untuk dua orang (satu dosen LPTK dan satu guru pelaku PTK) D. Daftar Pustaka Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad pengarang . hendaknya pustaka benar – benar relevan dan sungguh – sungguh dipergunakan dalam penelitian.
10. LAMPIRAN DAN LAIN – LAIN
Bagian lampiran dapat berisi curriculum vitae ketua dan para anggota tim inti. Curriculum vitae tersebut memuat identitas ketua anggota tim peneliti, riwayat pendidikan, pelatihan di bidang penelitian yang telah pernah diikuti, baik sebagai penatar/pelatih maupun sebagai peserta, dan pengalaman dalam penelitian termasuk di PTK. Hal – hal lain yang dapat memperjelas karakteristik kancah PTK yang diusulkan dapat disertakan dalam usulan penelitian ini.

Dilihat sekilas, PTK merupakan kegiatan yang cukup sulit. tetapi dengan mencoba semua akan menjadi lebih mudah. Selamat berkarya.

DAFTAR PUSTAKA
Budi Susetyo.2005. Sistematika Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Diklat Teknis Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Jakarta.
di 02:37 Link ke posting ini Label: PTK
Reaksi:
1 komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama

TUPOKSI KEPALA SEKOLAH (SD/MI/SMP/MTs)
Disusun oleh Sriudin
Konsepnya adalah EMASLIM ( Edukator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader,
Inovator, Motivator)
A. Sebagai Edukator
1. membimbing Guru
2. membimbing Karyawan
3. membimbing Siswa
4. membimbing Staf
B. Sebagai Manager
1. menyusun program
2. menyusun personal dalam organisasi sekolah
3. menggerakkan staf, guru, dan karyawan
4. mengoptimalkan sumber daya sekolah
C. Sebagai Administrator
1. mengelola administrasi KBM dan Bimbingan dan Konseling (BK)
2. mengelola administrasi kesiswaan
3. mengelola administrasi ketenagaan
4. mengelola administrasi keuangan
5. mengelola administrasi sarana prasarana
D. Sebagai Supervisor
1. menyusun program supervisi
2. melaksanakan program supervisi
3. menggunakan hasil supervisi
E. Sebagai Leader
1. memiliki kepribadian yang kuat
2. memahami kondisi anak buah yang baik
3. memiliki Visi dan memahami Misi sekolah
4. memiliki kemampuan mengambil keputusan
5. memiliki kemampuan berkomunikasi

F. Sebagai Inovator
1. kemampuan mencari dan menemukan gagasan baru untuk pembaharuan
sekolah
2. kemampuan melakukan pembaharuan di sekolah
G. Sebagai Motivator
1. kemampuan mengatur lingkungan kerja (Fisik)
2. kemampuan mengatur suasana kerja (Non-fisik)
3. kemampuan menerapkan prinsip penghargaan dan hukuman

TUPOKSI Pengawas (SD/MI/SMP/MTs)
Konsepnya adalah SEM
A. Supervisor
1. menyusun program supervisi untuk Kepala Sekolah dan guru baik fisik maupun
non fisik yang meliputi administrasi, sarana dan prasarana (sapras),
KBM, kesiswaan, ketenagaan, penerimaan siswa baru, evaluasi dan lingkungan
sekolah
2. melaksanakan program supervisi
3. mengelola hasil supervisi
4. melaporkan hasil supervisi kepada Korwas, Diknas, dan LPMP
B. Edukator
1. membimbing, mengarahkan dan memberi saran-saran kepada kepala sekolah,
guru, siswa dan staf
2. mendampingi kegiatan KKKS dan KKG, MKKKS dan MGMP
C. Motivator
1. mengusulkan kepala sekolah, guru dan staf untuk mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan profesionalisme
2. mengadakan seleksi peserta untuk mengikuti lomba kepala sekolah, guru,
dan siswa berprestasi